Item terkait berdasarkan kata kunci pencarian Anda akan dicantumkan di sini.

Beranda>For Employer > Kenapa Harus Ghosting Kalau Bisa Caspering?
For Employer

Kenapa Harus Ghosting Kalau Bisa Caspering?

Karina

Desember 02 • 11 menit membaca

Sudah bukan rahasia lagi jika saat ini ada banyak keluhan jobseeker yang mengaku menjadi korban ghosting atau yang lebih dikenal dengan istilah PHP (Pemberian Harapan Palsu) oleh recruiter. Istilah ghosting ini umumnya dikenal penggunaannya dalam romantic relationship. Namun, istilah ini juga berlaku dalam menggambarkan hubungan antara recruiter dan kandidat loh. Jika diuraikan dalam konteks rekrutmen, ghosting adalah suatu kondisi yang menggambarkan dimana salah satu pihak atau  recruiter, memutuskan hubungan dengan kandidat tanpa pemberitahuan yang jelas, serta tidak merespon segala bentuk komunikasi yang dilakukan oleh pihak kandidat.

Tidak bisa dipungkiri, hal ini pun sudah menjadi concern sebagian recruiter sebagai bentuk perbaikan agar lebih ‘memanusiakan manusia’. Tidak sedikit pula recruiter yang ‘melek’ akan fenomena ini, namun belum menemukan cara yang efektif untuk mengatasinya karena beberapa tantangan terkait waktu, workload, dan sumber daya. Namun, ada pula recruiter yang  belum sadar akan pentingnya pengaruh ini terhadap kandidat maupun perusahaan itu sendiri.

Padahal, hal ini membawa beberapa dampak negatif tidak hanya kepada kandidat, namun juga menjadi boomerang untuk perusahaan itu sendiri loh! Selain berdampak pada company brand dan candidate experience yang kurang menyenangkan seperti yang diuraikan pada artikel Employer-Candidate Toxic Relationship, hal tersebut juga berdampak pada semakin menyempitnya talent pipeline yang mengurangi kesempatan untuk mendapatkan top talent.

Talent pipeline adalah sekumpulan data kandidat yang pernah memenuhi syarat namun belum benar-benar diterima bekerja dengan alasan-alasan tertentu. Misalnya ada dua kandidat yang kompeten, namun hanya ada satu lowongan untuk posisi tersebut. Adapun alasan lainnya adalah posisi yang sesuai tidak sedang kosong sehingga tidak memungkinkan apabila kandidat tersebut diproses lebih lanjut.

The way we treat the candidate dalam hal ini memiliki peran penting dalam menentukan candidate experience. Jika recruiter ternyata zombie-ing atau muncul kembali setelah menghilang tanpa memberikan closure kepada kandidat yang pernah diproses sebelumnya, apakah mungkin kandidat masih bersedia untuk kembali diproses lebih lanjut?

Jika demikian, tidak salah bukan jika top talent yang berpotensi untuk mengisi posisi tertentu justru menerapkan prinsip ‘no turning back’ ketika kembali hubungi oleh recruiter tersebut?

Tentunya hal tersebut akan berdampak pada shrinking talent pipeline yang berujung pada semakin panjangnya time-to-hire, dan semakin tingginya cost-to-hire, karena harus kembali memulai proses sejak awal yaitu melakukan sourcing kandidat .

Nah, untuk menghindari risiko tersebut, recruiter tentu perlu merefleksikan kembali, serta mengidentifikasi ‘why we do what we do’ terlebih dahulu agar dapat menghindari dan mengatasi terjadinya ghosting.

A. Overwhelmed by workload

ghosting and caspering

Seringkali beberapa recruiter cenderung berkutat dengan tingginya aktivitas pekerjaan ditambah lagi dengan adanya begitu banyak kandidat yang menguras perhatian dalam proses rekrutmen.

Oleh karena itu, akan ada beberapa kandidat yang luput dari perhatian sehingga recruiter lalai untuk memberikan informasi lebih lanjut pada kandidat yang belum lolos proses seleksi. Oleh karena itu, seringkali recruiter melakukan ghosting atau menghilang tanpa kejelasan tanpa benar-benar bermaksud demikian, melainkan untuk murni karena kelalaian yang mengakibatkan adanya kandidat yang luput dari informasi lebih lanjut.

B. Not-so-important thing to do yet

Jika poin pertama lebih terkait dengan kendala waktu dan sumber daya, berbeda halnya dengan poin ini. Seringkali beberapa recruiter belum menyadari pentingnya memberikan closure pada kandidat yang tidak diproses lebih lanjut, karena belum menyadari dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut. Akibatnya, memberikan closure pada kandidat bukanlah merupakan suatu prioritas dalam pekerjaannya. Well, priority matters.

Jika anda adalah recruiter yang relevan dengan poin ini, ada baiknya untuk kembali mengevaluasi dampak yang telah ditimbulkan dari ghosting yang disengaja ataupun tidak disengaja tersebut. Evaluasi dapat dilakukan baik secara time-to-hire, cost-to-hire, maupun reputasi perusahaan yang mungkin saja tersebar di berbagai media sosial atau forum diskusi online.

Pada dasarnya, treat the human as a human, and don’t play games. Just give a closure so you’re both on the same page.

C. From consideration to benching

Dalam istilah modern dating, benching adalah proses pendekatan yang tidak memberikan effort lebih meskipun terdapat ketertarikan, karena ingin mencari pembanding lainnya. Apabila dikaitkan dengan proses seleksi, seringkali terdapat beberapa kandidat yang cukup memenuhi kualifikasi, namun dibutuhkan kandidat pembanding sebelum dilakukan pengambilan keputusan. Dengan kata lain, akan dibutuhkan waktu untuk mencari pembanding  karena belum tercapainya kesepakatan dengan pihak user. Oleh karena belum adanya suatu keputusan, maka recruiter seringkali memilih untuk menunggu final decision sebelum memberikan kepastian pada kandidat yang dipertimbangkan tersebut. Akibatnya, kandidat tersebut akan menunggu dalam jangka waktu yang cukup panjang, dan terkadang berakhir luput dari perhatian recruiter.

D. A change in priorities

ghosting and caspering

Sebagai recruiter yang memberikan pelayanan pada user layaknya internal customer, seringkali menghadapi berbagai macam perubahan mendadak sesuai dengan kebutuhan customer. Dalam hal ini, perubahan seringkali terjadi pada posisi yang dibutuhkan, dikarenakan perubahan rencana seperti memaksimalkan karyawan internal untuk mengisi posisi tersebut. Selain itu, terdapat pula perubahan pada job description yang seringkali berdampak pada kualifikasi yang dibutuhkan.

Akibatnya, kandidat yang telah diproses sebelumnya, tidak dapat diproses lebih lanjut dikarenakan adanya perbedaan kualifikasi yang dibutuhkan due to the change in priorities. Hal tersebut seringkali menjadi alasan recruiter untuk memilih melakukan ghosting atau menghilang dari proses rekrutmen dibanding memberikan closure pada kandidat demi menghindari penyampaian sad truth. Namun, bukankah pasti ada cara lain untuk memberikan kepastian pada kandidat?

Lantas, apakah Anda adalah recruiter yang mengalami kendala seperti beberapa poin di atas? Untuk dapat memberikan candidate experience yang positif dan mengelola talent pipeline dengan baik, recruiter dapat menerapkan cara caspering yang berarti memberikan closure pada kandidat meskipun kandidat tersebut tidak diproses lebih lanjut. Dengan adanya closure yang jelas, kandidat akan merasa dihargai oleh pihak perusahaan, dan membantu kandidat untuk mengatur ulang career planning dan timeline yang mungkin telah mereka arrange sebelumnya. Selain itu, dengan adanya candidate experience yang positif, kandidat pun tidak akan ragu untuk kembali mengikuti proses seleksi jika terdapat posisi yang sesuai ke depannya.

Jika merasa terkendala karena poin-poin di atas, well, it’s time to remove yourself from the process and let the automation tools do the rest!

Dengan menggunakan sistem E-Recruitment atau ATS, recruiter akan lebih mudah mengorganisir seluruh kandidat pada setiap tahapan seleksi karena adanya informasi terkait seluruh kandidat yang sedang terlibat dalam proses seleksi. Dengan demikian, tentu akan meminimalisir adanya kandidat yang luput dari perhatian recruiter.

Selain untuk mengorganisir kandidat, adanya automation tools seperti itu akan memungkinkan kandidat untuk melacak status proses seleksinya dengan mudah. Sehingga, ketika kandidat tertentu dipindahkan pada folder rejected, maka kandidat tersebut dapat melihat statusnya pada akun pribadinya, atau mendapatkan notifikasi secara otomatis dari sistem E-Recruitment atau ATS.

Semua fitur tersebut yang memudahkan Anda dalam melakukan proses recruitment secara cepat, mudah, dan tepat dapat ditemukan pada platform recruitment Kalibrr, yang tak hanya membantu Anda mengelola pipeline namun sampai hiring the right talent yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dengan menggunakan fitur-fitur yang ada di Kalibrr, Anda dapat meningkatkan pengalaman kandidat ketika melamar pekerjaan di perusahaan Anda dan mengurangi proses administrasi yang melelahkan hingga 90%!

Thus, there’s no more too much effort and being overwhelmed by the process, right?

cta

 

Bagikan via:

Tentang Penulis

Hello, my name is Karina and I work as a freelance contributor at Kalibrr. I enjoy reading self-improvement books and working out. Lebih Lanjut Karina

Komentar (0) Kirim Komentar

Belum ada komentar yang tersedia!